ASKEP Klien Dengan Gangguan Kelenjar Tiroid
HIPERTIROIDISME
A. Definisi
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma , tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kenker tiroid.
B. Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves,suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormone yang berlebihan. Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
Toksisitas pada strauma multinudularü
Adenoma folikular fungsional ,atau karsinoma(jarang)ü
Adema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)ü
ü Tomor sel benih,missal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkanbahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato)yang keduanya dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awalü
C. Manisfestasi klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
Kecemasan,ansietas,insomnia,dan tremor halusü
Penurunan berat badan walaupun nafsu makan baikü
Intoleransi panas dan banyak keringatü
Papitasi,takikardi,aritmia jantung,dan gagal jantung,yang dapat terjadi akibat efek tiroksin pada sel-sel miokardiumü
Amenorea dan infertilitasü
Kelemahan otot,terutama pada lingkar anggota gerak ( miopati proksimal)ü
Osteoporosis disertai nyeri tulangü
Konsumsi Yodium Berlebihan
Kelenjar tiroid memakai yodium untuk membuat hormon tiroid, bila konsumsi yodium berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid. Kelainan ini biasanya timbul apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroidiodarone (cordarone), suatu obat yang digunakan untuk gangguan irama jantung, juga mengandung banyak yodium dan bisa menimbulkan gangguan tiroid.
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1.PENGKAJIAN
a. Aktifitas
gejala: Insomnia,sensitivitas meningkat
b. Makanan/cairan
gejala: kehilangan berat badan yang mendadak
tanda: pembesaran tiroid,gointer,edema non-pittingterutama daerah pretibial
c. Pernafasan
gajala: frekuensi pernafasan meningkat,dipneu,dipsneu,dan edema paru
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh
3. PERENCANAAN
Dx. 1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
Tujuan asuhan keperawatan : mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia
Intervensi :
Pantau tekanan darah pada posisi baring,duduk,ü&berdiri jika memungkinkan
Pantau CVP jika klien menggunakannyaü
Periksa adanya nyeri dada a/ angina yang dikeluhka klienü
Auskultasi suara jantung ,perhatikan adanya bunyi jantung tambahan adanya irama gollapü & murmur sistolik
Auskultasi suara nafasü
Berikan cairan melalui IV sesuai dengan indikasiü
Berikan obat sesuai dng idikasiü
Memberikan ukuran volume sirkulasi yg langsungü & lebih akurat dan mengukur fungsi jantung secara langsung pula
Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung
Dx. 2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Tujuan asuhan keperawatan : Megungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas.
Data penunjang : mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Intervensi Rasional
Pantau tanda vitalü & catat tanda vital baik saat istirahat maupun saat melakukan aktivitas
ü Catat berkembangnya Takipnue,dipneu,pucat,dan sianosis
Berikan/ciptakan lingkungan yg tenang;ruangan dingin,turunkan stimulasi sensori,warna2 yg sejuk,musik santaiü
Sarankan klien u/ mengurangi aktivitasü & meningkatkan istirahat di tempat tidur sebanyak2 nya jk memungkinkan
Berikan tindakan yg membuat klien nyaman, separti; sentuhan bedak yg sujukü
Barikan obat sesuai dengan indikasiü
Ex :sedatif : fenobarbital(luminal)
Nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istirahat,takikar(diatas 160x/menit) mungkin akan ditamukanü
ü Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan di tingkatkan pada keadaan hipermetabolik,yg mrpakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan aktivitas
Menurunkan stimulasi yangkemungkinan besar dpt menimbulkan agitasi,hiperaktif,dan insomniaü
Membantu malawan pengaruh dan meningkatkan metabolismü
4. EVALUASI
Curah dengan TTV jantung adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,ME and moorhouse,MF: Rencana asuhan keperawatan,ed 3,jakarta:EGC,1999
Price,SA and wilson,LM; Patofisiologi: konsp klinis prose-proses penyakit,vol 2,jakarta:EGC,2005
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma , tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat,tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kenker tiroid.
B. Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves,suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormone yang berlebihan. Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
Toksisitas pada strauma multinudularü
Adenoma folikular fungsional ,atau karsinoma(jarang)ü
Adema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)ü
ü Tomor sel benih,missal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkanbahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato)yang keduanya dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awalü
C. Manisfestasi klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
Kecemasan,ansietas,insomnia,dan tremor halusü
Penurunan berat badan walaupun nafsu makan baikü
Intoleransi panas dan banyak keringatü
Papitasi,takikardi,aritmia jantung,dan gagal jantung,yang dapat terjadi akibat efek tiroksin pada sel-sel miokardiumü
Amenorea dan infertilitasü
Kelemahan otot,terutama pada lingkar anggota gerak ( miopati proksimal)ü
Osteoporosis disertai nyeri tulangü
Konsumsi Yodium Berlebihan
Kelenjar tiroid memakai yodium untuk membuat hormon tiroid, bila konsumsi yodium berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid. Kelainan ini biasanya timbul apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroidiodarone (cordarone), suatu obat yang digunakan untuk gangguan irama jantung, juga mengandung banyak yodium dan bisa menimbulkan gangguan tiroid.
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1.PENGKAJIAN
a. Aktifitas
gejala: Insomnia,sensitivitas meningkat
b. Makanan/cairan
gejala: kehilangan berat badan yang mendadak
tanda: pembesaran tiroid,gointer,edema non-pittingterutama daerah pretibial
c. Pernafasan
gajala: frekuensi pernafasan meningkat,dipneu,dipsneu,dan edema paru
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh
3. PERENCANAAN
Dx. 1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
Tujuan asuhan keperawatan : mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia
Intervensi :
Pantau tekanan darah pada posisi baring,duduk,ü&berdiri jika memungkinkan
Pantau CVP jika klien menggunakannyaü
Periksa adanya nyeri dada a/ angina yang dikeluhka klienü
Auskultasi suara jantung ,perhatikan adanya bunyi jantung tambahan adanya irama gollapü & murmur sistolik
Auskultasi suara nafasü
Berikan cairan melalui IV sesuai dengan indikasiü
Berikan obat sesuai dng idikasiü
Memberikan ukuran volume sirkulasi yg langsungü & lebih akurat dan mengukur fungsi jantung secara langsung pula
Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung
Dx. 2. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Tujuan asuhan keperawatan : Megungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas.
Data penunjang : mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Intervensi Rasional
Pantau tanda vitalü & catat tanda vital baik saat istirahat maupun saat melakukan aktivitas
ü Catat berkembangnya Takipnue,dipneu,pucat,dan sianosis
Berikan/ciptakan lingkungan yg tenang;ruangan dingin,turunkan stimulasi sensori,warna2 yg sejuk,musik santaiü
Sarankan klien u/ mengurangi aktivitasü & meningkatkan istirahat di tempat tidur sebanyak2 nya jk memungkinkan
Berikan tindakan yg membuat klien nyaman, separti; sentuhan bedak yg sujukü
Barikan obat sesuai dengan indikasiü
Ex :sedatif : fenobarbital(luminal)
Nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istirahat,takikar(diatas 160x/menit) mungkin akan ditamukanü
ü Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan di tingkatkan pada keadaan hipermetabolik,yg mrpakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan aktivitas
Menurunkan stimulasi yangkemungkinan besar dpt menimbulkan agitasi,hiperaktif,dan insomniaü
Membantu malawan pengaruh dan meningkatkan metabolismü
4. EVALUASI
Curah dengan TTV jantung adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,ME and moorhouse,MF: Rencana asuhan keperawatan,ed 3,jakarta:EGC,1999
Price,SA and wilson,LM; Patofisiologi: konsp klinis prose-proses penyakit,vol 2,jakarta:EGC,2005
HIPOTIROIDISME
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada sebagaian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal. Kelenjar tiroid tidak essensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardi, tremor, dan kelebihan pembentukan panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (Thyroid stimulating hormon = TSH) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh umpan balik inhibitorik langsung kadar hormon tiroid yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus. Dengan cara ini, perubahan-perubahan pada lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyesuaian kecepatan sekresi tiroid.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengerti tentang hipotiroidisme
2. Memahami pemyebab dari hipotiroidisme dan cara pencegahannya
3. Mengerti tentang asuhan keperawatan hipotiroidisme
BAB II. ISI
A. DEFINISI
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
B. PENYEBAB
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.
C. GEJALA
Kekurangan hormon tiroid menyebabkan melambatnya fungsi tubuh. Gejalanya ringan dan timbul secara bertahap, bisa disalahartikan sebagai depresi. Ekspresi wajah menjadi tumpul, suara menjadi serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup dan mata serta wajah menjadi bengkak. Banyak penderita yang mengalami penambahan berat badan, sembelit dan tidak tahan terhadap cuaca dingin. Rambut menjadi tipis, kasar dan kering; kulit menjadi kasar, kering, bersisik dan menebal. Banyak penderita yang mengalami sindroma terowongan karpal. Denyut nadi bisa melambat, telapak tangan dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia) dan alis mata bagian samping mulai rontok. Beberapa penderita, terutama yang berusia lanjut, menjadi pelupa, bingung dan pikun.
Jika tidak diobati, pada akhirnya akan terjadi anemia dan gagal jantung.
Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor atau koma (koma miksedema). Keadaan ini bisa berakibat fatal; pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang dan aliran darah ke otak berkurang.
Koma miksedema bisa dipicu oleh:
- cuaca dingin
- infeksi
- trauma
- obat-obatan (misalnya obat penenang yang menekan fungsi otak).
D. Komplikasi dan Penatalaksanaan
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
F. Pengkajian Keperawatan
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain
1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
3. Tempt tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaslkuler
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik
5. Pemeriksaart fisik mencakup
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun:
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
G. Diagnosa dan Intervensi
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi
a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditelerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
c. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi
a. Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas
b. Berikan makanan yang kaya akan serat
Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar
c. Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras
d. Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
e. Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional : Meningkatkan evakuasi feses
f. Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional : Untuk mengencerkan fees.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan: Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi
a. Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial
Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
b. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
c. Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati
Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat
a. gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan
4. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan: Perbaikan proses berpikir.
Intervensi
a. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b. Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
Rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit . .
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat
A. LATAR BELAKANG
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada sebagaian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal. Kelenjar tiroid tidak essensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kecebolan. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardi, tremor, dan kelebihan pembentukan panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (Thyroid stimulating hormon = TSH) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh umpan balik inhibitorik langsung kadar hormon tiroid yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus. Dengan cara ini, perubahan-perubahan pada lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyesuaian kecepatan sekresi tiroid.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengerti tentang hipotiroidisme
2. Memahami pemyebab dari hipotiroidisme dan cara pencegahannya
3. Mengerti tentang asuhan keperawatan hipotiroidisme
BAB II. ISI
A. DEFINISI
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
B. PENYEBAB
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.
C. GEJALA
Kekurangan hormon tiroid menyebabkan melambatnya fungsi tubuh. Gejalanya ringan dan timbul secara bertahap, bisa disalahartikan sebagai depresi. Ekspresi wajah menjadi tumpul, suara menjadi serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup dan mata serta wajah menjadi bengkak. Banyak penderita yang mengalami penambahan berat badan, sembelit dan tidak tahan terhadap cuaca dingin. Rambut menjadi tipis, kasar dan kering; kulit menjadi kasar, kering, bersisik dan menebal. Banyak penderita yang mengalami sindroma terowongan karpal. Denyut nadi bisa melambat, telapak tangan dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia) dan alis mata bagian samping mulai rontok. Beberapa penderita, terutama yang berusia lanjut, menjadi pelupa, bingung dan pikun.
Jika tidak diobati, pada akhirnya akan terjadi anemia dan gagal jantung.
Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor atau koma (koma miksedema). Keadaan ini bisa berakibat fatal; pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang dan aliran darah ke otak berkurang.
Koma miksedema bisa dipicu oleh:
- cuaca dingin
- infeksi
- trauma
- obat-obatan (misalnya obat penenang yang menekan fungsi otak).
D. Komplikasi dan Penatalaksanaan
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
F. Pengkajian Keperawatan
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain
1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
3. Tempt tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaslkuler
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik
5. Pemeriksaart fisik mencakup
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun:
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
G. Diagnosa dan Intervensi
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi
a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditelerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
c. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi
a. Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas
b. Berikan makanan yang kaya akan serat
Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar
c. Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras
d. Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
e. Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional : Meningkatkan evakuasi feses
f. Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional : Untuk mengencerkan fees.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan: Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi
a. Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial
Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
b. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
c. Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati
Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat
a. gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan
4. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan: Perbaikan proses berpikir.
Intervensi
a. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b. Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
Rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit . .
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat
HIPERTROFI KELENJAR TIROID
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Tujuan dalam pengembangan kesehatan yang tercantum dalam fungsi kesehatan nasional (SKN) adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan nasional (Sumarmo,1998).
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi :
• Struma mononodosa non toksik
• Struma multinodosa nontoksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul dingin ,nodul hangat,nodul panas,
Sedangkan berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi,nodul lunak ,nodul kistik, nodul keras,nodul sangat keras.
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1. Defisiensi iodium
2. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
3. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
4. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
5. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
3. Manifestasi Klinik
1. Berat badan menurun
2. Dispnea
3. Berkeringat
4. Diare
5. Kelelahan otot
6. Tremor (jari tangan dan kaki)
7. Oligomenore/amenore
8. Telapak tangan panas dan lembab
9. Takikardia, denyut nadi kadang tidak teratur karena fibrilasi atrium, pulses seler
10. Gugup, mudah terangsang, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia.
11. Gondok (mungkin disertai bunyi denyut dan getaran).
4. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui :
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
2. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.
3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
4. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
6. Penatalaksanaan
Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat antara lain yaitu :
1. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
2. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
3. Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
B. KONSEP KEPERAWATAN
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang meliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
1. Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
2. Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
3. Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
4. Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
5. Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
6. Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).
7. Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
8. Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data yang terkumpul.
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis khususnya post operai dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
3. INTERVENSI
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan di atas, maka disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Rencana tindakan/intervensi:
• Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
• Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
• Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
• Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.
Rasional :
• Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
• Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
• Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
• Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
• Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi:
• Kaji fungsi bicara secara periodik.
• Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak.
• Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.
• Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
• Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera.
Rasional :
• Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
• Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
• Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
• Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
• Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan bantuan.
3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana tindakan/intervensi
• Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
• Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia.
• Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
• Memantau kadar kalsium dalam serum.
• Kolaborasi berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional :
• Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
• Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
• Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
• Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
• Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan paska operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana tindakan/intervensi :
• Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.
• Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal kecil.
• Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.
• Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
• Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
Rasional :
• Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
• Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
• Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
• Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
• Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap evaluasi ini akan difokuskan pada :
1. Apakah jalan nafas pasien efektif?
2. Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?
3. Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?
4. Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?
5. Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan pengobatannya?
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Tujuan dalam pengembangan kesehatan yang tercantum dalam fungsi kesehatan nasional (SKN) adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan nasional (Sumarmo,1998).
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi :
• Struma mononodosa non toksik
• Struma multinodosa nontoksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul dingin ,nodul hangat,nodul panas,
Sedangkan berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi,nodul lunak ,nodul kistik, nodul keras,nodul sangat keras.
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1. Defisiensi iodium
2. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
3. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
4. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
5. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
3. Manifestasi Klinik
1. Berat badan menurun
2. Dispnea
3. Berkeringat
4. Diare
5. Kelelahan otot
6. Tremor (jari tangan dan kaki)
7. Oligomenore/amenore
8. Telapak tangan panas dan lembab
9. Takikardia, denyut nadi kadang tidak teratur karena fibrilasi atrium, pulses seler
10. Gugup, mudah terangsang, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia.
11. Gondok (mungkin disertai bunyi denyut dan getaran).
4. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui :
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
2. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.
3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
4. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
6. Penatalaksanaan
Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat antara lain yaitu :
1. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
2. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
3. Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
B. KONSEP KEPERAWATAN
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang meliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
1. Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
2. Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
3. Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
4. Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
5. Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
6. Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).
7. Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
8. Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data yang terkumpul.
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis khususnya post operai dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
3. INTERVENSI
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan di atas, maka disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Rencana tindakan/intervensi:
• Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
• Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
• Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
• Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.
Rasional :
• Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
• Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
• Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
• Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
• Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi:
• Kaji fungsi bicara secara periodik.
• Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak.
• Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.
• Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
• Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera.
Rasional :
• Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
• Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
• Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
• Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
• Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan bantuan.
3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana tindakan/intervensi
• Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
• Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia.
• Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
• Memantau kadar kalsium dalam serum.
• Kolaborasi berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional :
• Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
• Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
• Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
• Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
• Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan paska operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana tindakan/intervensi :
• Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.
• Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal kecil.
• Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.
• Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
• Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
Rasional :
• Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
• Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
• Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
• Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
• Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap evaluasi ini akan difokuskan pada :
1. Apakah jalan nafas pasien efektif?
2. Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?
3. Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?
4. Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?
5. Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan pengobatannya?
Rabu, 08 Juni 2011
TUGAS 4: PENYAKIT PADA PANKREAS II
C. Kanker Pankreas (Ca Pankreas)
1. Pengertian
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). (Sylvia, 2006). Kanker berawal dari kerusakan materi genetika atau DNA (Deoxyribo Nuclead Acid) sel. Satu sel saja yang mengalami kerusakan genetika sudah cukup untuk menghasilkan suatu jaringan baru, sehingga kanker disebut juga penyakit seluler (Tjokronegoro, 2001). Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal. (Doegoes, 2000).
Kanker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran pankreas. Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur 55 tahun. (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Etiologi
Adapun etiologi dari Kanker Pankreas yaitu :
a. Faktor Resiko Eksogen.
Merupakan adenoma yang jinak dan adenokarsinoma yang ganas yang berasal dari sel parenkim (asiner atau sel duktal) dan tumor kistik. Yang termasuk factor resiko eksogen adalah makanan tinggi lemak dan kolesterol, pecandu alkohol, perokok, orang yang suka mengkonsumsi kopi, dan beberapa zat karsinogen.
b. Faktor Resiko Endogen
Contohnya : Penyakit DM, pankreatitis kronik, kalsifikasi pankreas (masih belum jelas, Setyono, 2001)
Penyebaran kanker/tumor dapat langsung ke organ di sekitarnya atau melalui pembuluh darah kelenjar getah bening. Lebih sering ke hati, peritoneum, dan paru. Tapi agak jarang pada adrenal, Lambung, duodenum, limpa. Kolestasis Ekstrahepatal. Kanker di kaput pankreas lebih banyak menimbulkan sumbatan pada saluran empedu disebut Tumor akan masuk dan menginfiltrasi duodenum sehingga terjadi perdarahan di duodenum. Kanker yang letaknya di korpus dan kauda akan lebih sering mengalami metastasis ke hati, bisa juga ke limpa. (Setyono, 2001)
3. Gejala Klinis
Penyakit kanker pankreas dapat tumbuh pada setiap bagian pankreas, adalah pada bagian kaput, korpus atau kauda dengan menimbulkan gejala klinis yang bervariasi menurut lokasi lesinya dan bagaiman pulau langerhans yang mensekresikan insulin. Tumor yang berasal dari kaput pankreas (yang merupakan lokasi paling sering) akan memberikan gambaran klinik tersendiri. Dalam kenyataannya, karsinoma pankreas memiliki angka keberhasilan hidup 5 tahunan, paling rendah bila dibandingkan dengan karsinoma lainnya. (Tjokronegoro, 2001)
Gejala khas yaitu :Nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium. Rasa sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang juga disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Karena sumbatan pada duktus koledikus Ikterus .
Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal yang terjadi akibat erosi pada duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas.Gangguan rasa nyaman menyebar sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan ke bagian tengah punggung dan tidak berhubungan dengan postur tubuh maupun aktivitassinoma pankreas. Serangan nyeri dapat dikurangi dengan duduk membungkuk.
Dimana sel-sel ganas dari kanker pancreas. Umumnya terjadi ansietas sering terlepas dan masuk ke dalam rongga peritoneum sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya metastasis. Timbulnya gejala defisiensi insulin yang terdiri atas glukosuria, Diabetes dapat hiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal menjadi tanda dini kanker pankreas.
4. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
Anemia karena terjadi defisiensi zat besi, nutrisi, perdarahan per anal.
· Amylase serum meningkat.
· TES faal hati bilirubin, serum, SGT, SGOT
· Kadar glukosa darah > 20 %.
2) Pemeriksaan Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen akan terasa suatu massa epigastrium. Letak tumor pada peritoneal. Pada beberapa pasien dapat di raba adanya pembesaran kandung empedu, hepatomegali (akibat bermetastasis). Bila ditemukan asites maka akan terjadi invasi ke peritoneum.
3) Pemeriksaan Radiologi
Yang paling baik adalah dengan menggunakan ERCP (Endoscopic Retrogade Cholangi
Dengan memasukkan media control ke dalam canula melalui papilla vateri PTCè merupakan tindakan® Duodenoskop èke dalam duktus pankreatikus. lain yang dapat dilakukan®(Percutaneous Transhepatic Cholangiography) untuk mengenali obstruksi saluran empedu oleh tumor pankreas. Apabila ada tanda kolestasis ekstrahepatik di ujung duktus koledikus yang ®tumpul. Ultrasonografi
Dengan memasukkan media control ke dalam canula melalui papilla vateri PTCè merupakan tindakan® Duodenoskop èke dalam duktus pankreatikus. lain yang dapat dilakukan®(Percutaneous Transhepatic Cholangiography) untuk mengenali obstruksi saluran empedu oleh tumor pankreas. Apabila ada tanda kolestasis ekstrahepatik di ujung duktus koledikus yang ®tumpul. Ultrasonografi
a) Tanda Primer yaitu pembesaran local pankreas, densitas gema massa yang tampak rendah homogen, pelebaran saluran pankreas pada kaput timbul gejala pelebaran saluran empedu.
b) Tanda sekunder
4) Pemeriksaan Endoskopi
Akan tampak pendesakan antrum lambung ke ventral.
a) Duodenoskopi
Bila terlihat pembesaran organ di sekitar kurva duodenal yang berbenjol, dengan disertai vaskularisasi.
Bila terlihat pembesaran organ di sekitar kurva duodenal yang berbenjol, dengan disertai vaskularisasi.
b) Laparaskopi
5) Pemeriksaan CT
Dapat dilakukan untuk menentukan apakah tumor tersebut masih dapat diangkat melalui pembedahan. Pada pelebaran saluran pankreas sebagai akibat sumbatan di kaput.
6) Terapi dengan Suportif
Untuk pasien yang sudah memperlihatkan tanda kolestasis ekstrahepatik maka dilakukan dekompresi dengan cara pengisapan cairan empedu.
7) Prognosis
Pada fase lanjut, prognosis jelek terutama pada pasien yang sama sekali Bila yang masih dikpresi, hidupnya®tidak mendapatkan terapi apapun. dapat diperpanjang
Pada fase lanjut, prognosis jelek terutama pada pasien yang sama sekali Bila yang masih dikpresi, hidupnya®tidak mendapatkan terapi apapun. dapat diperpanjang
5. Penatalaksanaan
Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun demikian, terapi bedah yaitu definitive (eksisi total lesi) . sering tidak mungkin dilakukan karena pertumbuhan yang sudah begitu luas.
Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan paliatif.
Meskipun tumor pankreas mungkin resisten terhadap terapi radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi (Fluorourasil, 5-FU) . jika pasien menjalani pembedahan, terapi radiasi introperatif (IORT = Intraoperatif Radiation Theraphy) dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosisi tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain serta dapat mengurangi nyeri pada terapi radiasi tersebut.
Meskipun tumor pankreas mungkin resisten terhadap terapi radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi (Fluorourasil, 5-FU) . jika pasien menjalani pembedahan, terapi radiasi introperatif (IORT = Intraoperatif Radiation Theraphy) dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosisi tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain serta dapat mengurangi nyeri pada terapi radiasi tersebut.
6. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien kanker pankreas yaitu :
1) Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna.
3) Nutrisi, perubahan berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau ketidaktahuan tentang penyakit tersebut.
7. Intervenís
1) Diagnosa Keperawatan 1
Tujuan : Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan tidak ada nyeri
Intervensi :
a) Tentukan riwayat nyeri, mis: Lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas
b) Evaluasi terapi tertentu, mis : pembedahan,radiasi, kemoterapi.
c) Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis : reposisi) dan aktivitas hiburan Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan.
d) Evaluasi penghilang nyeri/control.
2) Diagnosa Keperawatan 2
Tujuan : Kebutuhan jaringan metabolic di tingkatkan begitu juga dengan cairan
Dapat mentriger respons mual/muntah. Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetic
Dapat mentriger respons mual/muntah. Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetic
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan perasaan nyaman dan bertenaga
Intervensi :
1. Pantau masukan makanan setiap hari, biarkan pasien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai indikasi.
2. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan masukan cairan adekuat.
3. Control faktor lingkungan
4. Mengidentifiksikan kekuatan/defisiensi nutrisi
5. Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang di antisipasi.
3) Diagnosa Keperawatan 3
Tujuan : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek samping yg membahayakan.
Kriteria Hasil : Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
Intervensi :
Intervensi :
1. Pantau masukan dan haluan dan berat jenis.
2. Pantau tanda vital.
3. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi individu. Keseimbangan cairan negative terus-menerus, menurunkan haluan renal.
4. Observasi terhadap kecenderungan perdarahan.
4) Diagnosa Keperawatan 4
Tujuan : Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan rasa keingintahuannya tentang penyakit yang dideritanya dan klien mengerti tentang penyakitnya.
Intervensi :
Intervensi :
1. Tinjau ulang pasien/orang terdekat pemahaman diagnosa.
2. Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pngobtan kanker.
3. Berikan pedoman antisipasi pada pasien/orang terdekat mengenai menvalidasi tingkat pemahaman saat ini.
4. Mengidentifikasi kebutuhan belajar.
5. Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi
D. Insulinoma
1. DEFINISI
Insulinoma merupakan tumor pankreas yang jarang terjadi, dimana tumor ini menghasilkan insulin, suatu hormon yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. Hanya 10% insulinoma yang bersifat ganas.
2. PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi resiko terjadinya insulinoma meningkat pada penderita neoplasia endokrin multipel tipe I.
3. GEJALA
Gejala-gejalanya disebabkan oleh rendahnya kadar gula dalam darah. Gejala ini muncul jika penderita tidak makan selama berjam-jam, dan paling sering timbul di pagi hari setelah puasa semalaman. Gejalanya mirip dengan kelainan psikis dan kelainan saraf, yaitu:
· sakit kepala
· linglung
· gangguan penglihatan
· kelemaha otot
· goyah
· perubahan kepribadian.
Rendahnya kadar gula darah bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma.Gejala-gejala yang menyerupai kecemasan atau panik adalah:
· pingsan
· lemah
· gemetar
· palpitasi (jantung berdebar-debar)
· berkeringat
· rasa lapar
· gugup.
4. DIAGNOSA
Diagnosis insulinoma mungkin agak sulit. Penderita biasanya diminta untuk berpuasa minimal selama 24 jam, kadang sampai 72 jam dan dipantau secara ketat, kalau perlu dirawat di rumah sakit. Setelah berpuasa, biasanya gejala-gejala akan muncul dan dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar gula dan kadar insulin. Adanya insulinoma ditunjukkan dengan kadar gula yang sangat rendah dan kadar insulin yang tinggi. Lokasi dari insulinoma ditentukan melalui pemeriksaan CT scan dan USG.
Diagnosis insulinoma mungkin agak sulit. Penderita biasanya diminta untuk berpuasa minimal selama 24 jam, kadang sampai 72 jam dan dipantau secara ketat, kalau perlu dirawat di rumah sakit. Setelah berpuasa, biasanya gejala-gejala akan muncul dan dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar gula dan kadar insulin. Adanya insulinoma ditunjukkan dengan kadar gula yang sangat rendah dan kadar insulin yang tinggi. Lokasi dari insulinoma ditentukan melalui pemeriksaan CT scan dan USG.
5 PENGOBATAN
Insulinoma diobati melalui pembedahan.
Insulinoma diobati melalui pembedahan.
E. KETOASIDOSIS METABOLIK
1. Pengertian Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetesketergantungan insulin.
2. Etiologi Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
· Infeksi
· Stress fisik dan emocional
· respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan proses katabolic
· Menolak terapi insulin
3. Diagnosa Keperawatan Diabetik Ketoasidosis
a) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental
b) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
c) Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi
d) Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
e) Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/infeksi
f) Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain
g) Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan berhubungan dengan kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
4. Rencana Keperawatan
a) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual
Batasan karakteristik :
· Peningkatan urin output
· Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
· Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
· Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria Hasil :
· TTV dalam batas normal
· Pulse perifer dapat teraba
· Turgor kulit dan capillary refill baik
· Keseimbangan urin output
· Kadar elektrolit normal
Intervensi :
1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
Rasional :
Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
2. Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatik
Rasional :
Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
Rasional :
Pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi
4. Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
Rasional :
Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis
5. Observasi ouput dan kualitas urin.
Rasional :
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
6. Timbang BB
Rasional :
Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
7. Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
Rasional :Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume
8. Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emocional
Rasional :Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
9. Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
Rasional :Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan muntah dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
10. Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler.
Rasional :Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK
Kolaborasi:
11. Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
Rasional :Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
12. Albumin, plasma, dextran
Rasional :Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali normal
13. Pertahankan kateter terpasang
Rasional :Memudahkan pengukuran haluaran urin
14. Pantau pemeriksaan lab :
· Hematokrit. Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi
· BUN/Kreatinin, Rasional : Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal
· Osmolalitas darah, Rasional : Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi
· Natrium, Rasional : Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron
· Kalium, Rasional : Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan kalium terlihat
15. Berikan Kalium sesuai indikasi
Rasional :Mencegah hipokalemia
16. Berikan bikarbonat jika pH <7,0
Rasional : Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau syok
17. Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi
Rasional :Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah
b) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupaninsulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Batasan karakteristik :
· Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu makan
· Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
· Diare
Kriteria hasil :
· Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
· Menunjukkan tingkat energi biasanya
· Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal
Intervensi :
1. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
Rasional :Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan
Rasional :Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi
Rasional :Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi
Rasional :Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik
5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
Rasional :Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
6. Observasi tanda hipoglikemia
Rasional :Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan insulin , hal ini secara potensialdapat mengancam kehidupan sehingga harus dikenali
Kolaborasi :
7. Pemeriksaan GDA dengan finger stick. Rasional : Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi
8. Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3. Rasional : Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol
9. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemi
10. Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal. Rasional : Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan untuk menhindari hipoglikemia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar